Selasa, 03 Desember 2013

Another Happy Day's Coming!

Today is my bless day. Although I always dissatisfied about getting older but since it’s the state to be grown up which I need to get through, I’ll accept it cooly. Since morning there are many wishes came from closest people and I felt bless to have so many friends care about me. I hope from getting older (well, I know from someone to not to say it old but ‘classic’) I will get wiser and not so doubtful from anything I do since I easily change my mind.

Well, birthday is not so freaking-out moment if you feel blessed. I’m very grateful for living until twenty years and I thankful to God for blessing my healthy life. And also everything that I already had and going to reach, I hope this year could be a better year for me. A new life beginning J

Anyway, I interested to study Japanese lately. I think it’s a bit hard compared to study Korean because there are 3 ways different writing. Hiragana and Katakana are already hard to memorize. I don’t think Kanji will… well, since I’m a beginner I really anticipating for the moment when I’m able to understand a whole sentence written in Hiragana or Katakana. Kanji… let’s see if I get a good progress. Honestly, I haven’t done with Korean. How can I expect for more language?

Thank you for everyone who already blesses me with their wishes the whole day. Even Google greet Happy Birthday for me! I hope future will be brighter for all of us. God bless and have a nice birthday moment for all of you who born in the same date with me. Happy 4th December!


Singlicious

“Cha! Happy birthday.”
Larissa terkesiap karena seseorang berteriak keras dan memeluknya tiba-tiba dari belakang. Larissa, atau yang biasa dipanggil Icha oleh teman-temannya, menoleh dan mendapati orang yang mengejutkannya adalah sahabatnya, Andien.
Icha melepaskan diri dari pelukan erat Andien dan menepuk dahi sahabatnya itu dengan kesal. “Bukan sekarang, keles.”
Andien tertawa. “Ya elah. Besok, sekarang, sama aja, sih. Lo kan tau gue paling nggak bias begadang. Jadi gue nggak bakal ngucapin jam dua belas nanti.”
Larissa mencibir dan lanjut menyantap nasi gorengnya. Sementara Gladis yang sedari tadi memperhatikan kedua sahabatnya hanya terkikik pelan. Andien langsung ambil tempat di samping Icha seraya menyeruput minuman di atas meja tanpa tahu siapa pemiliknya.
“Eh, betewe, lo udah dua puluh, Cha. DUA PULUH!” kata Gladis menekankan angka dua puluh pada kalimatnya. Angka yang akhir-akhir ini terdengar tidak bersahabat di telinga Icha.
“Kamfer! Biasa aja kali ngomong “dua puluh” –nya,” cibir Icha.
Andien dan Gladis tertawa berbarengan.
“Itu juga udah biasa, Cha. Lo-nya aja yang sensi tiap kali mau ulang tahun,” lanjut Gladis.
Icha berdecak sambil mengaduk-aduk sedotan dalam gelas es jeruknya. “Iya, nih. Sebel. Gue tu paling males kalo udah masuk bulan ini. Gue males kalo nginget-nginget umur gue nambah dan… berati, gue nambah tua. Plis deh!”
“Syndrom menua ada kali, ya,” kata Andien menimpali sambil memutar bola mata. “Lebay, lo! Ya, mau gimana lagi, coba? Semua orang kan pasti tambah tua, Cha.”
Icha tidak menanggapi. Sebenarnya pembicaraan tentang ulang tahun dan tambah umur adalah hal yang selalu ia hindari setiap masuk bulan ulang tahunnya.
“Eh, Cha. Sekarang kan lo udah dua puluh, tuh. Kapan mau berenti single?” Tanya Gladis sambil terkikik.
“Iya, sih, Cha. Single sih pilihan. Tapi kalo keeterusan jadi kutukan, kali,” timpal Andien yang dibalas lemparan tisyu dari Icha.
“Sialan, lo! Nyumpahin gue?”
Andien dan Gladis tertawa lagi. “Ya, nggak gitu… Tapi sekarang kan lo udah mulai menapaki masa dimana pendewasaan diri. Nyoba untuk cari pasangan nggak ada salahnya, kali,” ucap Andien.
“Iya, Cha. Okelah kalo lo nganggep pacaran tu malesin. Lo lebih asyik sendiri karena bebas. Tapi, someday, lo bakal tetep nemuin pasangan, kan? Nggak ada salahnya nemuin kriteria yang pas dari sekarang,” tambah Gladis.
“Well, the only question is, lo nggak mau punya cowok, tapi mau punya suami, kan?”


Icha memang agak berbeda dari teman-temannya yang lain. Diantara puluhan temannya, rasanya cuma Icha yang belum pernah pacaran seumur hidupnya. Dan sekarang, dalam hitungan jam, umurnya akan bertambah menjadi dua puluh.
Pertanyaan Andien dan Gladis soal “Icha mau punya suami, kan?” tentu akan dijawab “ya” olehnya. Icha memang tidak tertarik dengan pacaran yang menurutnya nggak menjamin apa-apa. Tapi kalau untuk suami, tentu aja Icha mau. Somebody’s gotta doubt her as a normal girl kalau sampai jawabannya “nggak”.
Icha nggak memungkiri, pacaran (atau perkenalan) sebelum memilih pasangan untuk jadi pendamping hidup itu penting. Mungkin, someday, Icha juga mau pacaran. Tapi dari pengalaman-pengalaman orang sekitar yang ia lihat dan dengar soal pacara selama ini cuma hal-hal yang sebenarnya nggak penting . yang tentunya nggak akan dialami sama orang yang single.
Kalau ditanya apa Icha punya kriteria calon pacar yang ia mau sebenarnya nggak terlalu spesifik. Tapi Icha benci banget sama cowok over protective. Sedangkan selama ini banyak keluhan temen-temennya tentang pasangannya yang over protective. It’s one of reasons kenapa Icha nggak mau pacaran. Icha benar-benar nggak perlu cowok kayak gitu, karena setiap hari udah ada dua orang yang selalu over protective. Mama dan Papa-nya.
Well, just think about it. Kadang care sama perhatian yang lebay itu emang beda tipis. Apalagi kalo perhatiannya sampe sms atau telepon tiap menit untuk ngingetin; jangan lupa makan, Jangan lupa mandi, jangan lupa minum obat, jangan lupa tidur. Hello! Icha piker itu pertanyaan paling aneh diantara orang pacaran. Hal-hal kayak gitu Icha rasa nggak perlu untuk diingetin. Kalau Icha sampai lupa hal-hal tersebut, dia nggak akan hidup sampai sekarang. Buktinya tanpa harus diingetin pacar, Icha nggak pernah lupa makan, mandi, apalagi tidur. Apalagi kalau udah nagging. Even she didn’t wanna think about having a boyfriend who likes to nags her.
Sebenarnya Icha lebih suka liat-liat cowok bad boy, yang nggak pernah repot merhatiin dengan kata-kata tapi perbuatan. Kalau memang perhatian tunjukin dengan perbuatan. Bukan cuma nanya-nanya lewat sms. Somehow, Icha ngerasa cowok bad boy lebih charming. Itu emang bener, atau Icha kebanyakan nonton film?


Sudah jadi kebiasaan Icha untuk nge-blog di malam sebelum hari ulang tahunnya. Jadi Icha menyalakan laptop-nya dan mulai mengetik. Besok adalah hari ulang tahunnya yang ke dua puluh. Dan dari pembicaraannya tadi siang dengan dua sahabatnya, Icha jadi tergelitik untuk memikirkan siapa cowok yang suatu saat bakal jadi pendamping hidupnya. jadi, Icha mulai menulis tentang itu.

Tomorrow is my birthday and I’m turning twenty. But suddenly I feel curious about who will be my spouse in the future. Well, I don’t like talking about boys and I’m not interested to have any relationship with them. At least for now. But, still… how can I not think about it when my ages always getting older every year. I just wonder, where will I meet him? When? In what situation? Is he exactly like I want him to be? Is he appears as my typical? Have I ever meet him in my twenty years of life? Although I don’t need to know now, I really wish somebody could give me the answers.


Icha terbangun dari tidurnya dan langsung memikirkan apa yang baru saja ada di mimpinya. Icha mengingat-ingat walau tidak sepenuhnya ingat. Icha yakin ia baru saja memimpikan sosok yang sama sekali belum pernah ia temui. Ia yakin tidak mengenal cowok itu.
Mimpinya benar-benar aneh. Icha ingat ia mimpi baru saja masuk ke sebuah universitas. Ia tidak yakin tapi ia tahu ia bukan baru kenal dengan cowok yang duduk disampingnya di dalam kelas tersebut. Dan cukup melihat gelagatnya, Icha tahu cowok itu menyukainya.
Icha tidak bias mengingat wajahnya dengan jelas. Mungkin karena ia memang belum  pernah bertemu dengan cowok itu di kehidupan nyata. Tetapi ia yakin, cewek manapun yang melihatnya pasti mengatakan kalau cowok itu good looking. Walaupun sebenarnya his appearance is not her type. Icha nggak bias menggambarkan satu per satu kejadian dalam mimpi itu. Tapi mereka cuma bertemu di dalam kelas selama dua kali dan cowok itu selalu ambil tempat di sampinya. Padahal Icha yakin ada satu cewek di dalam kelas itu yang selalu nempel dengan cowok itu. Tapi cowok itu tidak pernah menghiraukannya. Yang ia lihat cuma Icha.
Perlakuan cowok itu terhadap Icha juga sangat baik. Ia sangat memerhatikan Icha. Sesuai dengan yang Icha inginkan. Tindakan, bukan ucapan.  Dia bahkan mau dimintai tolong untuk mengerjakan soal yang sulit bagi Icha. Icha sendiri tidak begitu menanggapi. Bukannya jual mahal, tapi dikehidupan nyata Icha memang tidak terlalu menanggapi cowok yang modus padanya. Jadi, Icha tidak terlalu ambil pusing dengan cowok yang satu itu.
Ada satu hal yang unik dimana Icha melihat cowok itu bukan tipe bad-boy yang selalu ia idamkan. Dia cowok baik yang, somehow, masuk dalam kriteria cowok idaman Icha.Mungkin apa yang orang bilang tentang cowok "bad-boy itu bukan buat didapatkan, tapi cuma untuk dikagumi" itu benar.

Tapi ada hal aneh dalam mimpi tersebut. Pertama, Icha mahasiswi semester 5, bukannya freshman seperti yang ada di mimpi itu. Kedua, Icha ada dikampus yang mayoritas berbeda agama dengannya, dan cowok itu juga termasuk bagian dari agama tersebut. Kenapa? Kenapa Icha mendapat mimpi semacam ini di malam ulang tahunnya yang ke dua puluh. Tepat setelah Icha memikirkan keinginannya untuk bertemu dengan laki-laki yang kelak akan menjadi pasangan hidupnya.


Photobucket